SEJARAH KAMPUNG


MINGGU, 13 NOVEMBER 2011


LINTAS KRONOLOGIS PENYERAHAN JABATAN LATU NEGERI HAYA KEPADA MARGA SAMALEHU


Berawal dari kehadiran sebuah kapal yang bernama “SONETA” di tahun 1625 dengan diawaki 25 orang Syeh penyiar Agama Islam sebagai mana tercantum pada surat keterangan perjalanan yang telah melalui sejumlah wilayah di kepulauan nusantara ini.Maksud kehadiran leluhur untuk menjalankan missi suci menyiarkan Agama Islam pimpinan Syeh Maulana Idris bin Jainal Abidin, tentunya merupakan sebuah tugas yang maha berat, keengganan penduduk untuk menerima ajakan masuk Islam membuat leluhur harus menggunakan berbagai cara untuk dan metode, sala satu diantaranya adalah adalah Syeh Maulana Idris bin Jainal Abidin menikahi...

MINGGU, 13 NOVEMBER 2011

LINTAS KRONOLOGIS PENYERAHAN JABATAN LATU NEGERI HAYA KEPADA MARGA SAMALEHU


Berawal dari kehadiran sebuah kapal yang bernama “SONETA” di tahun 1625 dengan diawaki 25 orang Syeh penyiar Agama Islam sebagai mana tercantum pada surat keterangan perjalanan yang telah melalui sejumlah wilayah di kepulauan nusantara ini.
Maksud kehadiran leluhur untuk menjalankan missi suci menyiarkan Agama Islam pimpinan Syeh Maulana Idris bin Jainal Abidin, tentunya merupakan sebuah tugas yang maha berat, keengganan penduduk untuk menerima ajakan masuk Islam membuat leluhur harus menggunakan berbagai cara untuk dan metode, sala satu diantaranya adalah adalah Syeh Maulana Idris bin Jainal Abidin menikahi anak perempuan Tuan Tanah, Tua Adat Yamanokuan yang bernama Poku Masa Yamanokuan.
Badai menerpa terror mengancam keselamatan jiwa dan raga, anjing menggonggong kafila berlalu, tak lapuk kena hujan tak lekang kena pans.
Disebuah bukit kecil yang kemudian diberinama “LESILALA”, dan dibawah kaki bukit tersebut terdapat air “Waelessy” yang sedang mengalir pelan dan tak kunjung kering itu, merupakan bukti saksi pelayanan peristiwa pengislaman yang terus berjalan lancer dari waktu ke waktu.
Seiring dengan semakin bertambah jumlah penganut Islam maka lambat laun terhimpunlah sudah sebuah masyarakat sosiala yang hidup saling berdampingan. Terbentuknya sebuah tatanan masyarakat baru akibat terkontaminasi dengan peradaban baru yakni setelah semua kelompok-kelompok pemukiman memluk Islam. Suasana dan nuansa caara pandang terus masuk dan menusuk ke sendi-sendi pola hidup dan kehidupan baru. Pola kepemimpinan adat yang masih tersandra dengan kebiasaan atau budaya sebelumnya menjadi Raja “Namutilo” harus belajar untuk meningkatkan kemampuannya untuk dapat memimpin dan melayani masyarakat dikala itu. Pengangkatan seorang raja tak bertahan lama bahkan sering terjadi dua sampai dengan tiga kali dalam setahun.
Wibawa dan otoritas kepimpinan semakin manjadi longgar. Di era transisi inilah sering terjadi masalah-masalah sosial bahkan yang paling penting diingat dalam sejarah kepemimpinan Raja “Namutilo” adalah dalih dan upaya pengambilan alih jabatan Raja secara paksa, dan justru tidak dikehendaki oleh seluruh masyarakat Negeri Haya. Berangkat dari sebuah aspirasi mayoritas masyarakat adat Negeri ini telah mendapat kutukan dan telah diambang pintuk kehancuran karena kepemimpinan Raja kian tak menentu, maka segera diadakan musyawah (Rapat Adat) dan secara demokrasi menghasilkan sebuah kesepakatan bersama. Konon , dengan disaksikan seluruh komponen Adat “Namutilo” menyatakan melepaskan jabatannya dan secara ikhlas menyerahkan jabatannya kepada marga “Samalehu” garis keturunan hasil perkawinan Syeh Maulana Idris bin Jainal Abidin dengan Poku Masa Yamanokuan untuk selama-lamanya.
Sedangkan untuk jabatan Imam diserahkan kepada keturunan hasil perkawinan Likur Samalehu dengan Salekito Namutilo yang kemudian diganti fam Key untuk melakukan tugas penyunatan.
Likur, Raja pertama untuk marga Samalehu, sedianya adalah sala satu anggota staf pembantu Sultan Wona, seorang srikandi pemimpin perang Belanda di Jazira Leihitu selanjutnya perang Huamual di tahun 1963 dipulau seram bagian barat. Lukur melalang buana mencari dan akhirnya menemukan Syeh Maulana Idris bin Jainal Abidin yang adalah saudaranya selanjutnya tinggal dan menetap di Negeri Haya. Sosok Likur yang sarat dengan sejumlah pengetahuan dan pengalaman tak luput dari incaran dan pilihan seluruh masyarakat secara adat untuk diajukan sebagai Raja Negeri Haya yang baru. Maka diutuslah perwakilan 4 Sowa : yakni masing-masing
1.      Marga Hayoto
2.      Marga Lesipela
3.      Marga Mahu
4.      Marga Supalee
Untuk segera menghadap pemerintah Belanda di kota Saparua, menyampaikan dan mengusulkan hasil kesepakatan masyarakat adat Negeri Haya tentang sosok Muhamad Likur Samalehu sebagai Raja Negeri Haya yang baru.


PROSES PENCALONAN RAJA
MENURUT ADAT NEGERI HAYA

            Bahwa masyarakat Negeri Haya adalah masyarakat yang menjunjung tinggi tatanan adat dan tradisi yang menjadi cirri khas masyarakat berdomokrasi. Dalam hal pencalonan, latu atau pejabat menjalankan koordinasi dengan :
1.      Empat (4) orang Soa sebagai Saniri Negeri, yakni Pia, Nanuayo, Wailissa dan Somalua sebagai pelaksana adat selanjutnya meminta pertimbangan Tatuno Toilu (Tiga tungku adat) sebagai lembaga tertinggi penentu adat yakni :
a.       Yamanokuan
b.      Soaiselano
c.       Ponlohi
Dalam hal penetapan dan pemeberitahuan marga untuk pengajuan calon lewat perwakilan 4 Saniri (Lesipela).
2.      Calon diangkat dan diputuskan oleh marga yang kemudian nama calon diserahkan kepada 4 Saniri dan apabila sosok calon telah memenuhi srat berdasarkan uji kelayakan yang dilakukan Tatuno Toilu (3 Tungku) lembaga tertingi adat, selanjutnya nama calon tersebut disampaikan kepada panitia pemilihan lewat perwakilannya (Makayaino)
  

BAGAN PROSES PENGAJUAN CALON RAJA
MENURUT ADAT NEGERI HAYA
  

URUT-URUTAN NAMA RAJA / LATU NEGRI HAYA
DAN PERKIRAAN LAMA TAHUN KEKUASAANNYA
SEJAK ABAD KE 16
Sebagaimana diketahui bahwa terjadi loncatan-loncatan dalam urut-urutan tahun kepemimpinan Hal mana disebabkan :
1.      Tahun masa jabatan Raja hasil bentukan pemerintah Belanda dalam melancarkan Devide Et Impera atau Politik Pecah Bela.
2.      Tahun masa jabatan Pejabat saat pengangkatan Raja Defenitif.
3.      Tahun masa jabatan Raja atau Pejabat hasil pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintah Desa.
Sistem pelaksanaan sejak penjaringan calon sampai dengan pelantikan, bahkan istilah Raja, Pati, Latu dan lainnya diganti dengan Kepala Desa. Maka tak heran situasi dan kondisi pemerintahan Negeri Adat menjadi taka man.

Kini kepemimpinan Raja Negeri Adat hasil kemasan para leluhur telah kembali ke habitatnya, berkat kerja keras para Wakil-wakil Rakyat dan Pemerintah Daerah Maluku Tengah yang telah berhasil mengakomudir aspirasi seluruh masyarakat adat di kawasan ini. PERDA tahun 2006 tentang tata cara pencalonan, pemilihan dan pelantikan Kepala Pemerintah Negeri agar terus disempurnakan dan dikembangkan sebagai upaya melestarikan utuhnya bangsa.  

 Terima Kasih
Haya, 1 Nopember 2011



Kutipan